Teriknya matahari mulai meredup ketika senja di akhir pekan ini datang. Matahari mulai mengakhiri petualangnya di ujung samudra. Langit senja mulai senja dan para nelayan terus berlayar ke tengah samudra dengan gagah, tak khawatir dengan riak ombak sore itu.
Suara ombak penuh irama, seperti alunan musik di Spotify. Senja terlukis begitu indah dengan awan yang bergerak menjauhi tatapan ini. Namun indahnya senja tak dapat membuyarkan kegundahan hati ini.
Belakangan ini begitu banyak letupan-letupan yang mengganggu pikiran. Kadang letupan itu terlalu mudah mengoyak hati. Terkadang letupan itu terlalu mudah mengundang kekesalan, hingga marah menguasai raga ini. Terkadang letupan itu mengingatkan akan alasan mengapa kita memilih jalan ini. Hingga letupan itu terus mengingatkan akan alasan untuk bertahan. Sepadan kah? Atau terlalu loyal kah hingga ini melukai jiwa?
Setiap diri tentu punya alasan yang jelas ketika menyusun tahapan-tahapan mimpi yang ingin di raih. Ada tahapan yang mungkin akan berjalan lebih dari apa yang direncanakan. Namun hasil yang diperoleh tidak seirama dengan tahapan yang sudah dilalui. Gundah, hingga akhirnya jiwa, raga, dan pikiran ini menyerah terhadap satu mimpi. Oh, mungkin mimpi ini hanya permulaan untuk mimpi lainnya. Mungkin mimpi ini tidak harus dilanjutkan, tapi kita harus bangun mimpi baru, di tempat baru?
Gundah, hati mungkin gundah. Tapi tatapan ini harus lurus ke depan dan siap menyapa matahari besok. Mungkin akan ada obat luka untuk hati ini, untuk mimpi ini. Di tempat yang sama, bersama orang-orang yang sama. Atau mungkin di tempat yang berbeda, dengan orang-orang yang berbeda.